About


Hi, my name is Irpan. I live in Indonesia. This blog is to provide you with my trip stories, my ideas and some other things.

Facebook

BloggerHub

Connect with me

Jadwal Sholat

Journey To Samarkand - Menemukan Kembali Permata Islam Yang Terlupakan

4 komentar

Awalnya saya mengira Samarkand itu nama fiktif yang ada di novel apa gitu. Sehingga ketika melihat flyer Bedah buku & Jumpa Penulis Journey To Samarkand, yang terlintas di benak saya itu adalah sebuah novel.

Sabtu, 13 April lalu saya berkesempatan menghadiri acara bedah buku dan temu penulis Journey to Samarkand (JTS), di kantor Khalifah Tour, di Jl. Brigjen Katamso No. 11, Bandung.

Adapun penulis buku ini adalah ibu Marfuah Panji Astuti, dan biasa dipangginl mbak Uttiek. Beliau adalah seorang penulis dengan latar belakang wartawan. Beliau menjadi merupakan seorang jurnalis di Kompas Gramedia selama 22 tahun.

Buku Journey To Samarkand ini adalah buku Catatan Perjalanan / Traveling Book, yang mengisahkan perjalanan mbak Uttiek sewaktu berkunjung ke Samarkand.

Oh, first thing first, apa itu Samarkand atau dimanakah Samarkand? Rupanya Samarkand itu merupakan sebuah wilayah yang kini berada di negara Uzbekistan. Lantas apa istimewanya Samarkand, sampai-sampai dibuatin bukunya segala?

Ketika saya perhatikan, pada cover buku JTS ini terdapat tulisan "Jelajah Tiga Daulah". Hmm..apa maksudnya? Daulah Umayyah? Daulah Islamiyah?

Dan jawabannya saya dapatkan pada bagian awal dari sesi temu wicara dengan mbak Uttiek. Jadi, buku JTS ini rupanya buku yang ketiga dari serial "Jelajah Tiga Daulah". Dua buku sebelumnya adalah:
  1. Journey to Andalusia
  2. Journey to Ottoman

Kalau Andalusia dan Ottoman ini saya bisa menebak. Andalusia itu Spanyol sekarang, dan Ottoman itu adalah Turki Sekarang.

Berarti mbak Uttiek ini mengangkat tempat-tempat yang pernah menjadi pusat peradaban Islam bahkan pusat peradaban dunia. Pernah... sakit nggak sih... tempat yang PERNAH jadi pusat peradaban Islam. Berarti sekarang tempat itu sudah bukan lagi pusat peradaban Islam dan Dunia.

Dan, ya, begitulah yang terjadi. Baik Andalusia, Ottoman, maupun Samarkand, sekarang hanyalah menjadi situs sejarah dan daerah tujuan wisata, bukan lagi pusat peradaban, pusat bisnis, dsb. Pusat-pusat peradaban dunia kini sudah beralih ke Amerika, Eropa dan Asia (Jepang, China, Korea).

Saya beruntung bisa membeli buku JTS ini, meski belum sempat baca semuanya. Namun pada acara talkshow kemarin dengan penulisnya, saya punya gambaran mengenai keadaan di Samarkand.

Betapa Samarkand itu adalah tempat yang sangat Indah. Disana berdiri bangunan-bangunan sisa-sisa peradaban Islam yang tinggi pada jamannya. Dan beberapa bangunan sekarang ini kondisinya masih utuh atau berhasil direstorasi, sehingga kembali ke bentuk aslinya seperti dulu.

Btw, sebelum lebih lanjut ke cerita di Samarkand, saya ingin cerita dulu tentang motivasi mbak Uttiek melakukan perjalanan ini.

Mbak Uttiek terisnpirasi oleh Ibnu Battutah, seorang cendekiawan Muslim yang telah melakukan perjalanan keliling dunia, jauh sebelum Marco Polo atau pun penjelajah populer lainnya.

Menggali kembali sejarah Islam langsung di tempatnya, menuliskannya untuk kemudian menyajikannya kepada masyarakat, supaya bisa menjadi sumber pengetahuan bagi masyarakat, adalah tujuan mbak Uttiek melakukan perjalanan dan membukukannya.

Bagi mbak Uttiek, ini adalah jalan Dakwah yang dipilihnya.

Mengapa perlu menggali kembali sejarah peradaban Islam. Bukankah sudah banyak literasi-literasi seputar ini?

Salah satu jawabannya ada pada pengalaman ketika mbak Uttiek menjelajah Andalusia. Pada kunjungan ke suatu masjid, tour guide resmi sana menceritakan bahwa mesjid ini tidak benar-benar menghadap ke Ka'bah. Hal ini terjadi karena -menurut si tour guide- perbedaan madhzab atau pendapat antar kelompok muslim sewaktu membangun mesjid tsb.

Ketika mbak Uttiek menanyakan ke si tour guide, dari mana referensi tentang ini dia dapatkan? kata si Tour Guide, ini ada di buku panduan tour guide.

Mbak Uttiek sebelum berangkat ke Andalusia, sebelumnya sudah melakukan riset dulu tentang tempat-tempat yang akan dikunjunginya. Dan untuk mesjid ini, dia tahu asal muasal mengapa mesjid tersebut tidak benar-benar menghadap ke Ka'bah (kiblat). Ini terjadi karena dulu, sewaktu mau membangun mesjid, di dekat mesjid ada gereja kecil. Jika mesjidnya benar-benar diluruskan ke arah Ka'bah, maka pembangunan mesjid akan menggusur gereja kecil tsb. Namun ini tidak dilakukan oleh pemerintah Muslim saat itu. Yang dilakukan kemudian adalah, mesjidnya tidak lurus menghadap Ka'bah, namun di dalam mesjid, semuanya diatur lurus menghadap Ka'bah, baik itu mihrabnya, safnya, dsb.

Dari sini bisa kita ambil hikmah, betapa sejarah Islam itu tidak semuanya otentik. Bahkan mungkin banyak hal yang ditulis dan disampaikan sesuai kepentingan pihak-pihak tertentu.

Karenanya, mbak Uttiek merasa terpanggil untuk menggali sumber-sumber sejarah Islam kemudian menyampaikannya kembali kepada masyarakat.

Buku JTS ini dikemas dengan gaya yang segar. Sengaja demikian karena buku ini meski bisa dibaca semua umur, namun tujuan utamanya adalah kaum muda jaman sekarang alias kaum millenial.

Hidden Agenda
Sebenarnya saya membeli buku JTS ini bukan hanya ingin membaca tentang sejarah Islam saja, namun lebih dari itu saya punya satu tujuan tertentu. Apakah itu?

Jadi gini, saya kan suka bikin catatan perjalanan gitu di blog. Nah, saya jadi penasaran, apa yang membuat sebuah catatan perjalanan itu layak dijadikan buku?

Kalau sekedar ditulis di blog pribadi sih semua orang bisa. Namun ketika catatan kita bisa dipercaya oleh publisher untuk diterbitkan menjadi buku, tentu ada yang lebih dari catatan perjalanan tesebut.

Pada sesi tanya jawab dengan penulis, saya langsung samber dengan mengajukan pertanyaan seputar teknis menulis catatan perjalanan.

Menurut mbak Uttiek, dalam membuat catatan perjalanan, beliau akan melakukan hal-hal sbb:
  • Sebelum berangkat, beliau akan melakukan riset terlebih dahulu. Dia baca-baca tentang tempat yang akan dikunjungi. Dalam hal mengunjungi tempat bersejarah Islam, ada satu buku yang jadi rujukan mbak Uttiek. Buku tersebut berjudul "Sejarah Umat Islam" karya buya HAMKA. Setelah itu baru mencari referensi-referensi lainnya.
  • Berikutnya adalah Framing. Maksudnya ketika kita berangkat, kita tentukan akan mengangkat tentang apa? Contohnya buku serial "Jelajah Tiga Daulah" ini, berarti kita akan mengangkat tentang Daulah (Dynasti) Islam dan peninggalan-peninggalannya.
  • Selanjutnya adalah membuat catatan pendek yang mengekspresikan apa yang kita rasakan saat itu. Tulisan pendek ini bisa ditulis di buku atau bisa juga di sosmed. Tujuannya adalah untuk merekam perasaan "Wow" yang dirasakan pada saat itu.
  • Selain itu, ini juga bisa menjadi Outline dari Tulisan/buku yang akan kita susun. Outline ini bermanfaat supaya tulisan kita: tidak kemana-mana, tidak diulang-ulang dan tidak ambigu.
  • Setelah itu baru masukkan fakta dan data.

Oh ya, satu lagi teknis menulis yang harus bisa dilakukan oleh semua penulis. Apa itu? teknis itu adalah MAKSAIN. he..he.. ya, sering kali kita sudah mempunyai semua bahan, namun terbentur dengan malas. Ah entar aja, besok aja, nanti aja. Akhirnya gak kelar-kelar. Nah, resep dari mbak Uttiek ya itu, Maksain.

Saya juga ngalamin sih, pada beberapa tulisan, semua bahannya sudah ada, namun ada aja yang membuat saya tidak mulai menuliskannya, akhirnya yang seharusnya selesai 1-2 hari, bisa sebulan baru jadi.

Btw, tadi saya singgung di bagian atas, bahwa acara temu penulis ini berlangsung di kantornya Khalifah Tour, sebuah biro perjalanan "Syariah" di Bandung. Saya punya catatan khusus tentang Khalifah Tour ini.

Pada bagian pembukaan, bapak Rustam Sumarna selaku direktur Khalifah Tour, memaparkan beberapa hal yang mendorong berdirinya Khalifah Tour. Pemaparan beliau ini sangat menyentuh hati saya.

Apa dan bagaimana itu Khalifah Tour, simak di tulisan saya berikut ini:

Halal Tour Bersama Khalifah Tour

Related Posts

4 komentar

  1. Semoga kita ketularan nulis buku perjalanan yah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiiin...
      Selain berbagi pengalaman kita juga bisa melestarikan sejarah dan nilai-nilai lewat tulisan-tulisan kita.

      Hapus
  2. iya, jadi belajar juga caranya nulis travelling :D

    BalasHapus

Posting Komentar