"Disini mulai rame sejak tahun baru kemarin"
"Tahun baru 2015 ini?"
"Iya, tahun baru 2015 ini, sebelumnya mah paling Sabtu Minggu doang, itu juga paling banyak 50 motor"
Begitulah percakapan singkat saya dengan teteh pemilik warung kelapa muda. Saya bertanya padanya sejak kapan Gunung Munara ini banyak dikunjungi. Nama Gunung Munara sekarang ini semakin sering dibicarakan orang. Spot pendakian yang terletak di daerah Rumpin, Bogor, ini memang tengah naik daun. Alasannya adalah, Gunung Munara memberikan tantangan yang sekelas naik gunung, namun jaraknya relatif pendek. Dari start mendaki sampai ke puncak, dibutuhkan waktu 1 – 1,5 jam saja.
Saya pun tertarik untuk menjajal track pendakian di Gunung Munara ini. Oh ya, meski namanya Gunung Munara, sebenarnya ini adalah sebuah bukit dengan batu-batu yang sangat besar. Dan yang membuat saya heran, banyak sekali batu-batu besar sebesar rumah yang tumpang tindih sedemikian rupa seolah sengaja disusun. Saya jadi berkhayal, ngebayangin dulu ada orang yang sangat sakti yang mampu mengangkat batu-batu sebesar rumah itu, terus menyusunnya ^_^.
Dari PMI (Pondok Mertua Indah ^_^) di daerah Leuwiliang, Bogor, saya
berempat bersama adik ipar dan sepupu-sepupu naik dua motor ke Gunung
Munara. Menyusuri jalan Rumpin menuju ke Parung. Selepas pertigaan jalan
raya Ciampea-Parung, kita harus mulai jeli memperhatikan plang jalan di
sisi kiri. Gerbang masuk ke lokasi itu pas di tikungan. Dari jalan raya
ke tempat parkir jaraknya tidak sampai 1 km, menyusuri jalan kecil,
ngepas untuk 2 mobil.
Gerbang masuk dari Jalan Raya - dilihat dari arah Ciampea
Gerbang masuk dari Jalan Raya - dilihat dari arah Parung
Sesampainya di tempat parkir telah
berjajar banyak sekali motor.
Disini kita akan diberi karcis parkir yang
oleh penjaga parkir ditulisi nomor polisi kendaraan kita. Pas saya
tanya bayarnya sekarang atau nanti, si penjaga bilang bayarnya di loket
pembelian tiket.
Gerbang tempat bayar tiket pendakian
Biaya parkir motor Rp. 5000,-/motor dan tiket masuk kawasan Gunung Munara juga Rp. 5000,-/orang. Setelah motor diparkir
dengan rapi, kami menuju gerbang masuk yang disana terdapat pos bayar
tiket sekaligus jadi tempat pemeriksaan. Pemeriksaannya lumayan teliti,
tas yang kita bawa dibuka terus diperiksa isinya. Kami masing-asing
hanya membawa tas pinggang, dan satu tas ransel. Sambil menunggu saat
tas diperiksa, saya mengambil foto Peta jalur pendakian:
Peta Jalur Pendakian
Setelah
semua urusan administrasi selesai, perjalananpun dimulai. Dari pos tiket
dan pemeriksaan, kami masih jalan melewati jajaran warung dan rumah
penduduk. Setelah itu ada sungai yang saat itu airnya sedang kecil.
Sayang sekali banyak sampah dipinggir sungai, sehingga pemandangan sungai tersebut jadi gak alami lagi.
Sungai ini bisa diseberangi dengan meniti sebuah jembatan bambu.
Selepas jembatan bambu, kita akan masuk ke jalan tanah yang lumayan
lebar. Sisi kiri-kanan jalan berupa kebun penduduk dan rumpun Bambu.
Sesekali kami berpapasan dengan kambing-kambing yang sedang
digembalakan.
Jalur Awal Pendakian
Di sepanjang jalan, banyak sekali warung, bisa
dikatakan setiap 50 meter ada warung. Dan ini berlaku sampai puncak.
Sehingga kalau kita mendaki ke sini, kayaknya cukup bawa diri sama bawa
uang aja. Makanan sepanjang jalan tersedia ^_^. Meski harganya lebih
mahal. Contohnya air minum kemasan ukuran 600ml, harganya 6rb.
Setelah
beberapa waktu, jalan mulai menanjak, kami tertarik
dengan jalan setapak yang berbelok ke kanan, keluar dari jalur utama.
Kami mengikuti jalan tersebut. Meski samar, kami masih bisa melihat
bahwa jalan itu pernah dilalui manusia. Setelah beberapa lama, kami
bertemu dengan tantangan pertama, sebuah batu yang lumayan tinggi. Tapi
asik untuk di panjat.
Belok ke jalur Alternatif
Selang beberapa lama lagi kami berjalan,
kami disuguhi pemandangan yang luar biasa:
Pemandangan di Lereng
Pemandangan di Lereng
Sejenak kami berhenti menikmati semua keindahan ini. Perjalanan pun dilanjutkan. Masih menyusuri jalan setapak yang samar-samar, melewati celah diantara dua dinding batu yang tinggi. Tak lama kemudian kami bertemu dengan tantangan berikutnya, sebuah dinding batu yang
lumayan tinggi dan hampir tegak lurus. Pada dinding tersebut menjulur
akar-akar lumayan besar. Kami coba akar-akar tersebut dengan
menarik-nariknya ke bawah. Ternyata akar itu cukup kuat untuk
menahan berat badan kami. Jadilah kami memanjat dinding batu tersebut
dengan berpegangan pada akar. Untunglah pada dinding batu banyak
tonjolannya, gak licin. Tonjolan-tonjolan tersebut kami gunakan untuk
tempat berpijak. Seru banget manjat disini.
Tantangan panjat batu dengan bantuan Akar
Diatas kami disuguhi pemandangan seperti ini. Tepat berhadapan dengan Puncak Batu Belah.
Pucak Batu Belah dari samping
Puncak
Batu Belah adalah ikon dari Gunung Munara. Disebut batu belah karena
ini berupa dua buah batu yang besar sekali, yang berdampingan
seolah-olah batu ini terbelah. Atau bisa juga dulunya ini adalah satu
batu terus terbelah menjadi dua. Bagaimana bisa terbelah? wallahualam
^_^
Di kaki Batu Belah, terpampang sebuah papan peraturan.
Peraturan
Batu Belah ini berdekatan dengan sebuah pelataran yang disana terdapat banyak situs-situs bersejarah.
Pelataran di sekitar Situs Sejarah
Di tiap situs ada sebuah plakat dari batu marmer, disana tertulis
nama dari situs bersejarah tersebut. Ada situs "Tapak Tongkat Sultan
Hasanudin Banten", ada juga "Goa Tawasul Petilasan Sultan Maulana
Hasanudin Banten Bin Syekh Syarief Hidayatulloh (Sunan Gunung Jati)"
Situs Sejarah
Situs Sejarah
Dan yang paling terkenal di pelataran situs ini adalah situs Goa Sukarno. Konon dulu Presiden pertama Indonesia, Ir. Sukarno, suka bertapa di gua ini.
Goa Sukarno
Interior Goa Sukarno
Saya masuk ke Goa tersebut. Goa ini sebenarnya berupa sebuah celah diantara "tumpukan" batu-batu besar sekali. Jadi ruangannya tidak berbentuk lubang tapi lebih berupa rongga antar batu. Pintu masuk goa ini menyerupai lubang yang ada di bawah tanah. Ruangan didalamnya tidak begitu luas, tercium bau minya wangi. Mungkin penduduk sekitar secara berkala suka memercikkan minyak wangi di ruangan ini. Di bagian langit-langit goa tampak beberapa ekor kelelawar menggelantung. Ada juga yang kemudian terbang karena merasa terganggu.
Goa Sukarno dan Goa Sultan Hasanudin tadi, letaknya berdekatan dan masih dalam satu kawasan. Namun
ini belum sampai ke puncak. Masih butuh 15-20 menit lagi untuk mencapai
puncak. Jalannya lumayan menanjak dan berupa jalan tanah. Untunglah
saat itu musim kemarau, sehingga tanahnya kering bahkan keras. Kalau
hujan, sudah pasti jalan ini licin sekali. Sangat berbahaya, terutama
ketika turun, kita bisa terpeleset dan menggelosor kebawah.
Anak penduduk sekitar
Di sepanjang jalan kami berpapasan dengan banyak anak-anak kecil. Sepertinya mereka anak penduduk sekitar yang membuka warung disini.
Selang beberapa lama, sampailah
kita dipuncak atau biasa disebut Puncak I. Puncak Gunung Munara berupa
pelataran memanjang yang tidak terlalu luas. Terdiri dari batu-batu
besar juga. Spot yang paling bagus adalah yang ada pemandangan bukit
disebrangnya. Sayang saya lupa menanyakan bukit yang diseberang itu
namanya bukit apa. Bentuknya seperti lonceng, sayang sekali di satu sisi bukit tampak
tergerus, bekas penambangan tanah/pasir. Namun sepertinya penambangannya
sudah dihentikan, karena bagian yang tergerus tersebut tampak mulai ditumbuhi
berbagai pepohonan.
Suasana Puncak 1
Sepertinya daerah Rumpin ini merupakan
daerah tambang pasir. Dari puncak Gunung Munara ini jika kita berputar ke sisi yang lain, kita bisa melihat
sebuah dataran yang tampak gersang. Beberapa bangunan berdiri disana.
Sepertinya itu adalah tambang pasir juga, bahkan dalam skala yang lebih
besar.
Penambangan Pasir di kaki Bukit Gunung Munara
Di puncak ini terdapat sebuah pohon besar yang
akar-akarnya mencengkram sebuah batu besar. Salah satu sisi batu ini
berupa diding. Akar-akar pohon berserabutan di seluruh permukaan dinding
ini. Tentu saja ini menjadi sebuah playground yang mengasikan buat kita
yang suka manjat-manjat.
Dinding Akar di Puncak 1
Btw, di Gunung Munara ini banyak sekali
dinding-dinding batu yang tegak lurus dan tinggi-tinggi. Bagi penggemar
Panjat Tebing atau Rapling, di sini banyak spot yang menantang. Saya
juga kalau ada peralatan, mau juga coba Rapling/ Panjat Tebing disini.
Tapi tentu saja minta ditemenin instruktur yang berpengalaman. Maklum
saya belum pernah melakukan Panjat Tebing. ^_^
Setelah cukup puas mencoba panjat akar dan foto-foto, kami pun turun. Jalur turun yang ditempuh adalah jalur resmi. Banyak spot menarik disepanjang jalan. Salah satunya adalah ini.
Jalur Turun
Berikut adalah foto-foto dari fasilitas-fasilitas yang terdapat di Gunung Munara.
Posting Komentar
Posting Komentar