Kondisi puncak saat itu cerah namun berangin cukup kuat. Alhasil suhu diatas lumayan dingin tapi kering. Angin yang bertiup kuat menerbangkan debu-debu. Tanah di puncak gunung Gede memang berupa pasir. Dan yang disebut puncak ini bukanlah benar-benar puncak, karena berupa jalur tanah di bibir kawah. Saya sih mikirnya, mungkin sebelum meletus, “puncak” gunung Gede ini bisa lebih tinggi lagi.

Satu yang unik dari puncak Gede ini adalah, di puncak ada pedagang nasi uduk, minuman hangat dan mie instan. Keberadaan pedagang ini disatu sisi jadi anugrah, karena sangat membantu pendaki untuk mengisi tenaga. Namun disisi lain, keberadaan para pedagang ini seolah mementahkan euforia pencapaian.
Kebayang gak pas kita menginjakan kaki di mulut kawah, di puncak Gunung Gede, kita mengangkat dua tangan terkepal keatas dan berteriak: “Horeeee… kita mencapai puncaaaak….”, eh…. tiba-tiba dateng bapak-bapak: “nasi uduk, nasi uduk…” Gubraak…. ^_^

Tapi itu gak penti bagi kami, orang-orang kantoran yang sebagian baru pertama mendaki gunung. Bisa sampai puncak aja udah anugrah banget. Setelah melewati semua medan penuh tanjakan dan hawa dingin, berjuang melawan mabuk gunung, sampai di puncak membuat semua penderitaan itu tak terasa.
Pada kesempatan ini, dimanfaatkan untuk bernarsis ria. Foto-foto dengan berbagai gaya.

Setelah dirasa cukup berfoto dan beristirahat, rombongan pun kembali turun gunung. Waktu menunjukkan jam 8 pagi…..

Orang kantoran naik gunung - part 1
Orang kantoran naik gunung - part 2

Rombongan yang terdiri dari 14 orang ini semuanya adalah karyawan. Rata-rata umurnya diatas 26 dan yang paling senior, usianya diatas 50, perempuan lagi.  Adapun perbadingan peserta cewek dan cowok hampir seimbang. Cowoknya 8 orang ceweknya 6 orang.

Sekitar jam 1 pagi, saya sudah bisa tidur lagi. Karena hawa dingin yang meresap dari bawah. Meski saya tidur di dalam tenda dan memakai sleeping bag, tetap saja terasa dingin, karena antara tanah dan punggung hanya dibatasi terpal alas tenda dan selapis bahan sleeping bag. Mungkin kalau saya tidur diatas matras camping, akan sangat menolong mengisolasi dingin dari bawah.

Meski demikian, bisa memejamkan mata dan terlelap kurang lebih 1 jam-an lumayan membantu. Apalagi dalam kondisi “siaga merah” begitu ^_^, tubuh seolah mempersiapkan semua sistemnya untuk aktifitas yang berat. Paling nantinya semua harus ditebus dengan kelelahan seminggu lamanya.

Saya keluar tenda, dan mulai membangunkan teman-teman yang lain. Awalnya saya pikir kita bongkar semua tenda dan membawanya ke puncak. Namun menurut penasihat rombongan, kita naik ke puncak gak usah bawa barang. Perlengkapan simpan aja di tenda. Yang dibawa hanya barang berharga dan makanan dan minuman.

Oh ya, dara rombongan ini, ada dua jenis. Satu adalah orang-orang yang pernah melakukan aktifitas naik gunung, dan pernah naik gunung gede, dan jenis kedua adalah yang baru pertama kali melakukannya. Jumlahnya berimbang.

Nah dari orang-orang yang pernah naik gunung ini, ada sepasang suami-istri yang veteran naik gunung. Usianya menjelang akhir 40-an, namun sepasang suami-istri ini masih semangat dan fisiknya jangan ditanya, menanjak sambil menggendong tas carrier yang buerat, masih tetep ngaciiir…

Sang penasihat pendakian, bapak veteran naik gunung ini menyarankan kita gak usah bongkar tenda semuanya. Sisain dua tenda untuk menyimpan barang-barang. Dan kita naik ke puncak hanya bawa beberapa tas saja berisi air dan makanan. Semua sepakat dengan pendapat tersebut.
Setelah semua siap dan diawali dengan do’a, robongan pun berangkat meniti jalur menanjak dengan tujuan… Puncak Gunung Gede, 2985 mdpl.

Sayangnya di perjalanan yang mungkin baru 1 km, istri bapak veteran naik gunung merasa sakit, pusing dan mual. Menurut suaminya, dia terkena sakit gunung (mountain sicknes). Mungkin semacam mabuk kali ya, kan ada mabuk laut, mabuk udara, mabuk bis, nah sang ibu veteran ini kena mabuk gunung. Meski sudah mencoba menguatkan diri, akhirnya beliau memutuskan kembali ke tenda, diantar suaminya. Saya yang selalu berada ujung ekor rombongan, akhirnya menyusul anggota yang lain. Beberapa waktu kemudian, saya berhasil menyusul ekor rombongan. Saat itu sang seksi konsumsi rombongan sedang berbaring, katanya pusing dan mual, dan dia barusaja muntah. Wah, rupanya dia juga terkena mabuk gunung.

Dia mengalami mabuk gunung mungkin karena fisiknya terlalu lelah. Wajar saja dia begitu karena pada malam sebelumnya, dia begadang sampai jam 2 malam untuk mempersiapkan segala jenis konsumsi. Dari nasi, kopi, jahe, berbagai makanan manis, semua di paket sejumlah banyaknya peserta. Mengingat itu saya jadi geli sendiri, kalo seorang ibu menggunakan naluri keibuannya, begini deh. Kalo ada acara, dia yang mikirin dan mempersiapkan segala jenis makananya. Meski kita bukan anak-anaknya, tetepa aja Naluri Keibuan aktif. ^_^

Setelah istirahat beberapa jenak, seksi konsumsi kita meneruskan lagi langkahnya. Menapaki jalur yang terus menanjak. Meski tiap 100 meter berhenti dan istirahat, dia terus menanjak. BTW, Rombongan “ekor” ini ada 6 orang. 3 laki-laki dan 3 perempuan.

Ketika rombongan mencapai Kandang Badak, salah seorang anggota yang laki-laki minta berhenti. Dia perlu “setor tunai”. Tadinya kami kepikiran untuk menggunakan “jurus kucing”, namun ada orang yang nge-camp disana memberitahu bahwa tak jauh dari situ ada sumber air. Kebetulan kita juga perlu mengisi persediaan air. Jadilah saya dan si “orang berkepentingan” ini menuju kesana.

Kandang Badak adalah pos terakhir sebelum puncak Gunung Gede. Tempatnya memang di lereng, namun banyak terdapat lahan datar yang cukup luas. Pada saat itu, seluruh lahan datar terisi oleh tenda-tenda. Pada situasi demikian, saya tidak merasa berada di atas gunung, tapi serasa berada di pasar. Karena rame banget. Padahal waktu menunjukkan pukul 2:30 pagi.

Mata air di Kandang Badak ini sudah dipasangi pipa paralon sehingga kita dapat dengan mudah mengisi botol-botol minuman dengan menyimpan mulut botol di bawah pancuran air. Air yang mengucur saat itu lumayan besar, setengah diameter mulut botol mah ada kali. Deras lagi.

Sang “orang berkepentingan setor tunai” mendapatkan sebuah tempat agak ke hilir. Tempat itu sudah ditutupi lembaran asbes. Sepertinya tempat itu memang khusus untuk memenuhi panggilan alam. Setelah menunggu beberapa menit, “setor”nya selesai, dan dia keluar tempat itu dengan lega. Untuk kita gak sampai harus menggunakan “jurus kucing”.

Setelah bergabung dengan rombongan “ekor”, kami melanjutkan perjalanan. Beberapa puluh meter dari pos Kandang Badak, terdapat persimpangan. Satu jalur menuju ke puncak Gede dan jalur satu lagi menuju ke puncak Pangrango. Gunung Gede dan Gunung Pangrango memang berdekatan. Sehingga pendakian bisa dilakukan dari jalur Cibodas ini dan bercabang di Kandang Badak.

Di perjalanan, rombongan ekor ini kembali terpecah. ini karena sang seksi konsumsi kita tampak kepayahan. Akhirnya di suatu tempat dia minta istirahat dan merebahkan tubuhnya di tanah. Saya dan teman cowok satu lagi menemaninya.

Untuk sekitar 20 menit lamanya dia tergeletak ditanah dengan mata terpejam. Awalnya saya sempat was-was, takut terjadi sesuatu. Namun tak lama kemudian dia membuka matanya dan menjulurkan tangan minta dibantu berdiri, siap melanjutkan perjalanan. Dan kali ini dia tampak lebih segar. Mungkin tidur yang barusan itu lumayan berkualitas.

Setelah berjalan beberapa lama, sampailah kita pada jalur “Tanjakan Setan”. Disebut Tanjakan Setan karena jalur ini berupa tanjakan dengan kemiringan sekitar 80 derajat. Untuk melewatinya tidak cukup dengan menggunakan kaki dan tangan, perlu dibantu dengan tali. Dan disitu memang tersedia tali tambang yang besar dan di beberap tempat di sepanjang tanjakan ada tiang-tiang besi terpancang.

Sekarang ini, pada jalur Tanjakan Setan ini telah dibuat jalur alternatif. Jalur yang memutar ini tidak berupa tanjakan curam, namun berkelok-kelok. Tapi kita ekor dari rombongan ekor, memutuskan tidak akan menggunakan jalur alternatif tapi mencoba Tanjakan Setan.

Di tempat seperti ini kekompakan kita menghadapi ujian. Bagaimana caranya antar sesama teman saling bahu membahu saling bantu agara semua bisa mencapai atas. Yang pertama naik adalah teman saya yang cowok, dia bertugas mencari jalur pijakan yang enak dan aman dengan tetap berpegang pada tali bantu. Setelah itu dia menunjukkan pada sang seksi konsumsi untuk menginjak disini dan disitu. Dengan cara itu, semua bisa sampai diatas. Saya sendiri bisa sampai diatas dengan tanpa kurang suatu apa. That’s what a friend for… ^_^

Oh satu lagi, di tengah jalur tanjakan setan ada satu bidang datar sempit. Namun jika kita berdiri di bidang datar sempit ini dan memunggungi tanjakan, kita akan disuguhi dengan pemandangan memukau. Pemandangan berupa lereng dan puncak Gunung Pangrango. Saya pun menyempatkan diri berhenti di bidang sempit ini, dan melihat ke arah Pangrango. Subhanalloh, cahaya matahari pagi yang kekuningan menyepuh Pangrango menjadi bentuk kerucut yang kekuningan. Seperti gunung emas. Sejenak saya berhenti dan meresapi semuanya itu.

Dari Tanjakan Setan menuju puncak Gede memang sudah tidak terlalu jauh lagi. Namun karena rombongan berjalan lambat, waktu yang dibutuhkan untuk sampai puncak hampir 1 jam lamanya. Jam 7-an semua berhasil sampai Puncak Gede, 2985 mdpl.
Alhamdulillaaah…..

Orang kantoran naik gunung - part 1
Orang kantoran naik gunung - part 3

Ya,  untuk bisa mendaki gunung Gede kita membutuhkan Surat Ijin, gak  bisa asal berangkat. Prosesnyapun lumayan bertahap, tidak bisa datang langsung dapet surat. Diawali dengan melakukan pendaftaran secara online di http://booking.gedepangrango.org dan pendaftaran ini dilakukan sebulan (30 hari) sebelum hari H. Jadi kita yang mau naik tanggal 9 November 2013, sudah melakukan booking online sejak tanggal 10 Oktober 2013.

Ketika mendaftar, kita mengisi formulir. informasi yang dibutuhkan diantaranya, nama, nomor KTP, nomor HP, nama Organisasi, alamat organisasi, dsb. Untuk mengisi ini, sebaiknya kita mempersiapkan KTP (copy KTP) dari semua peserta + no hp/telp.

Setelah mengisi formulir kita juga diwajibkan membayar tiket masuk sebesar Rp. 5.000,-/kepala. Uang ini dibayarkan melalui transfer bank ke rekening TNGGP (Taman Nasional Gunung Gede Pangrango) di bank BNI, no Rek. 0190127132. Nanti bukti transfer ini discan/difoto, kemudian hasil scan/fotonya ini di kirim ke email TNGGP di: booking@gedepangrango.org

Sampai disini, proses pendaftaran istirahat dulu ^_^ baru nanti pas hari H kita datang ke kantor TNGGP membawa struk transfer asli + copy KTP seluruh peserta. Nanti struk dan copy KTP ini ditukar dengan SIMAKSI alias surat ijin mendaki.

Awalnya yang daftar ada 17 orang. Namun yang jadi berangkat 9 orang. Yang 8 orang berguguran karena berbagai penyebab, ada yang counseling mau nikah, ada yang ngedadak dapet kunjungan orang tua ada juga yang cedera waktu olahraga.

Memang, acara Mendaki Gunung Gede ini sudah digaungkan sejak 3 bulan lalu. Dan para calon peserta sudah jauh-jauh hari dihimbau untuk mempersiapkan fisik dan mentalnya. Ini perlu karena mendaki gunung bukan  jenis olah raga ringan. Mendaki gunung membutuhkan fisik yang tangguh dan mental baja.

Pada hari Sabtu, 9 November 2013 jam 7 pagi berkumpullah 9 orang yang siap menguji fisik sampai batas-batas kemampuan. Semua tampak semangat meski mereka tahu resiko yang akan dihadapi. Medan hutan, tanjakan, hujan guntur, hawa dingin, gelap malam, pokoknya yang serem-serem deh.

Sengaja semua peserta “ditakut-takuti” oleh segala ancaman hujan guntur di gelap malam, supaya mereka mempersiapkan mental dari awal. Mengingat sekarang ini musim hujan. Keadaan medan bisa kurang bersahabat.

Dengan menumpang mobil kantor, berangkatlah rombongan menuju Cibodas, Cianjur, gerbang pendakian. Perjalanan memakan waktu hampir 4 jam karena jalur Ciawi-Puncak dikenakan sistem buka tutup.
Rombongan yang terbagi dua mobil ini mengambil jalur terpisah. Satu mobil tetap melewati jalur utama, sedang mobil yang lain mengambil jalur alternatif melalui Tapos. Ternyata mobil pertama sampai lebih dulu, karena mobil yang melalui jalur alternatif tidak bisa berjalan cepat karena jalan yang dilewati cukup sempit dan banyak tikungan. Sehingga begitu berpapasan dengan mobil dari arah berlawanan, harus berhenti dan bergantian.

Jam 12 rombongan kedua tiba di Cibodas. Setelah bergabung dengan rombongan pertama, kami pun istirahat, sholat, makan sambil menyusun kembali perlengkapan. Sementara sang koordinator (ehm… itu saya ^_^) mengurusi SIMAKSI alias surat ijin pendakian.  Silahkan lihat proses pengurusan SIMAKSI disini.

Proses pengurusan SIMAKSI agak terhambat ketika “bapak” yang menandatanganinya sedang istirahat. Sang Bapak baru masuk jam 2 kurang seperempat. Untung sudah sedia sabar segede gunung ^_^.
Setelah dapat simaksi, saya buru-buru mengejar teman-teman yang sudah lebih dulu nunggu di pos pemeriksaan. Saya segera menyusul mereka setelah koordinasi dengan 2 teman yang baru datang dan sedang makan siang.

Sampai di pos pemeriksaan rombongan sudah gelisah tidak sabar untuk melakukan perjalanan. Proses di pos pemeriksaan tidak lama, hanya menyerahkan SIMAKSI dan petugas memberi penjelasan singkat tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama melakukan pendakian.

Rombongan yang kini berjumlah 12 orang ini pun melakukan langkah pertama mereka menapaki jalur pendakian. Namun saya tetap tinggal untuk menunggu 2 anggota terakhir yang tadi sedang makan siang. Sekitar 15 menit kemudian, 2 orang itu muncul. Setelah melaksanakan sholat terlebih dahulu, kami pun berangkat menyusul rombongan induk.

Kami berhasil menyusul rombongan induk di daerah Rawa Gayonggong. Kami mendapati mereka sedang foto-foto ceria. Biasa awal perjalanan semuanya masih semangat. Tunggu sampai lewat kandang badak nanti, wajah ceria itu pasti berganti jadi wajah hampir putus asa ^_^.  Perjalanan kami lanjutkan, dan di pertigaan air terjun Cibeureum, rombongan istirahat dulu.

Setelah istirahat dirasa cukup, kami pun melanjutkan perjalanan menapaki jalur tanah berbatu selebar 2 meter. Dan sesuai namanya mendaki gunung, jalur yang kami lalui itu mendaki dan terus mendaki.
Hari sudah gelap ketika kami melewati daerah Cipanas. Disini ada satu ruas jalur yang berupa jalur sempit berbatu-batu. Disamping kiri jalur ini berupa tebing dengan air terjun kecil, dan yang istimewa adalah air yang jatuh disini adalah air panas. Sementara itu disisi kanan jalur berupa jurang sedalam mungkin 30-40 meter. Namun tenang saja, di bibir jurang itu sudah dipasangi tali-tali pengaman. Tapi meski demikian, ketika kita melewati jalur air panas ini, sebaiknya kita ekstra hati-hati, karena jalannya adalah batu-batu yang terendam air.  Kita harus pintar memilih pijakan, kalau kita ceroboh, bisa-bisa terpeleset dan bye-bye….
Menapaki jalur air panas di gelap malam memang tegang-tegang seru. Alhamdulillah semua anggota bisa melewati jalur air panas dengan selamat.

Sekitar jam 8-an rombongan sampai di Kandang Batu, sebuah area cukup datar dan banyak lahan terbuka untuk mendirikan tenda. Namun ternyata malam itu lahan-lahan kosong tersebut hampir penuh oleh tenda-tenda jenis tenda doom. Kami sempat berunding, apakah akan melanjutkan perjalanan ke Kandang Badak atau mendirikan tenda di Kandang Batu saja. Akhirnya semua sepakat kita nge-camp di Kandang Batu saja.
Beberapa orang berkeliling mencari lahan-lahan yang masih kosong untuk mendirikan tenda. Untungnya di tempat agak kedepan, ada lahan agak luas dan cukup untuk mendirikan lima tenda.

Kami pun mulai bekerja bakti mendirikan tenda-tenda. Setelah tenda berdiri, maka acara berikutnya adalah memasak. Memasak di tempat camping itu punya keseruan tersendiri. Meski yang dimasak hanya air dan menggoreng sosis. Beda dengan memasak di dapur di dalam rumah, kompor yang dipergunakan adalah kompor khusus camping yang berbahan bakar spirtus. Beberapa anggota memang membawa kompor camping, yang terdiri dari satu set peralatan berisi kompor, ceret kecil, beberapa panci dan peralatan-peralatan pendukung lainnya. Untuk bahan bakar spirtusnya dapat dengan mudah dibeli di toko-toko bangunan.

Kami memang tidak memasak nasi, karena nasi sudah dipersiapkan sebelumnya oleh seksi konsumsi rombongan. Sebelum berangkat sang seksi konsumsi memasak nasi di rumahnya dan mengemasnya dalam bentuk bungkusan-bungkusan kecil yang praktis dibawa.

Setelah dirasa cukup makan dan bercanda, masing-masing istirahat dan tidur. Mengecas kembali energi untuk melanjutkan perjalanan berikutnya….

Orang kantoran naik gunung - part2

Orang kantoran naik gunung - part3





Sebenarnya saya masih meraba-raba apa saja poin-poin yang ingin saya sampaikan pada tulisan ini. Namun daripada ide-idenya berseliweran di benak bikin pusing, mending saya tumpahkan saja pada blog. Tak peduli ada poin idenya atau tidak. ^_^

Yang berseliweran kali ini adalah seputar bisnis dan orang-orang yang menjalankannya. Ya, orang sekarang kan pada rame melakukan usaha sampingan (bagi yang punya pekerjaan tetap). Ada juga yang jumawa jadi wirausaha, dengan berbagai dalih konsep kuadran.

Maaf nih katlimat yang keluar kok sinis ya? lagi galau kali ni si penulisnya.

Namun percaya deh didalam hati saya tidak ada rasa iri maupun dengki kepada para pelaku bisnis. Saya hanya mengutarakan pendapat saya dari sudut pandang yang saya sebut "Holistic Point of View" - Sudut Pandang Semesta.

Pada film-film terutama film Science Fiction, terkadang suka ada adegan kamera yang zoom out dari satu orang, naik ke atas sampai kelihatan gedung, terus keatas sampai kelihatan pulaunya, terus lagi keatas sampai kelihatan bumi bulat, teruuuuusssssss sampai kelihatan galaksi dan terus menjauh sampai piringan galaksi tersebut mengecil dan terlihat seolah seperti setitik cahaya.

Nah dengan menggunakan cara yang sama, mari kita "zoom out" pandangan kita, khsusunya pada urusan bisnis. Ketika "kamera" menyorot kita sebagai individu, maka yang terpikirkan oleh kita adalah, bisnis itu menghasilkan uang. Dan uang yang banyak bisa dipergunakan untuk membeli berbagai hal yang kita mau. Rumah, mobil, liburan ke luar negeri, beli jam tangan mahal, tas seharga ratusan juta, dll. Pokoknya kalau bisnis kita berhasil dan kita kaya, maka kita bahagia.

Berdasar pada pemikiran itu, mulailah kita mencari berbagai cara dan celah untuk melakukan bisnis dan mendapatkan uang yang banyak. Berbagai bisnis dilakoni, jualan berbagai barang, jadi makelar, sampai memanfaatkan dunia maya alias internet untuk mendapatkan uang, seperti afiliasi click bank, adsense, youtube, dll dsb. Sebagian orang masih menggunakan panduan halal-haram, namun tidak sedikit juga yang "who care".

Nah dari "zoom kamera" rendah sebatas individu, maka berbisnis apapun asal menghasilkan uang itu OK OK saja. Betul?

Sekarang mari kita "zoom out" lagi kameranya lebih tinggi. Kita lihat si Individu pebisnis tadi berada diantara manusia-manusia lain. Ketika si pebisnis ini menjalankan bisnisnya, seberapa besar pengaruh operasi bisnisnya tersebut pada manusia-manusia disekitarnya. Misalnya si pebisnis ini jualan bubur ayam (meski belum naik haji ^_^). Maka bisnis yang dilakoninya ini bisa memberi manfaat berupa makanan untuk sarapan kepada orang-orang disekitarnya. Kalau ada yang berbisnis jadi tukang jahit, maka bisnis tukang jahitnya ini memberikan manfaat berupa jasa menjahitkan baju. Orang-orang bisa membuat baju sesuai seleranya. Namun apa jadinya kalau si Pebisnis ini jualan narkoba. Apa manfaatnya buat manusia di sekelilingnya?

Well, mungkin contoh bisnis narkoba terlalu kontras, maksudnya ya iyya lah, narkoba gitu loh, mana ada manfaatnya, merusak sih iya. Ok, sekarang gimana dengan bisnis autoblog. Jadi ada orang yang dapet duit dari menayangkan iklan di blognya dia. Trus si blog tersebut tidak diisi oleh dia. Dengan memanfaatkan program-program otomatis, blog tersebut "ada artikelnya", namun artikel tersebut tidak ada isinya. Hanya serangkaian  tulisan hasil comot sana sini, yang dilakukan oleh program otomatis. Si pemilik blog otomatis ini bisa dikatakan berbisnis, dia menjual iklan. Namun apakah bisnisnya ini mempunyai manfaat buat manusia yang membuka blog tsb?

Dalam sudut pandang agak tinggi ini, maka bisnis tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang OK OK saja. Dari sudut pandang agak tinggi, ketika kita akan melakukan bisnis, kita harus mempertimbangkan "manfaat" dari operasional bisnis kita pada manusia di sekitar kita.

Ok, sekarang mari kita "zoom out" lagi kameranya lebih ke atas lagi. Kita lihat si Pebisnis ini berada diantara manusia dan juga alam sekitar. Bagaimana pengaruh operasional bisnisnya selain pada manusia juga pada alam sekitar. Misalnya, ketika si Pebisnis ini menjalankan bisnis pabrik Textil. Jika dilihat dari segi manfaat kepada manusia, iya dia memenuhi kebutuhan manusia akan pakaian dan berbagai peralatan rumah tangga berbahan kain. Selain itu, bisnis pabriknya ini memberi penghidupan kepada ribuan karyawan pabriknya.

Namun disisi lain operasional pabrik textil ini menghasilkan limbah. Nah si limbah ini tidak dikelola dengan baik oleh si pebisnis. Akibatnya limbah pabriknya ini mencemari alam. Ekosistem jadi rusak karenanya.

Nah pada sudut pandang yang lebih tinggi  ini, maka bisnis tidak lagi asal jalan dan asal bermanfaat. Namun bisnis yang kita jalankan juga tidak boleh sampai merusak alam. Ehm.. para penambang dan orang yang bekerja di industri pertambangan... bagaimana kabarnya alam sekitar? baik-baik saja? syukurlah kalau baik-baik saja mah. ^_^

Kayaknya kalau kita "zoom out" lagi kameranya masih bisa nih. Ok, kita zoom out lagi kameranya. Kita terbang ke antariksa, kita lihat planet bumi dari luar angkasa. Planet Bumi, salah satu benda yang ada di alam semesta. Dia mengorbit bintang yang disebut matahari. Di dalam planet ini ada kehidupan, berbentuk mahluk organik yang didominasi oleh unsur karbon. Diantara semua mahluk organik tersebut, ada satu jenis mahluk yang dominan. Mahluk ini menamakan dirinya sendiri Manusia.

Mahluk manusia ini ada dua jenis, Pria dan Wanita. Jenis yang berbeda ini berfungsi untuk reproduksi, memperbanyak manusia. Namun dalam perjalanan kehidupannya, mahluk manusia ini ternyata sangat kompleks. Karena mereka, dalam menjalani kehidupannya tidaklah sesederhana makan, tidur dan berreproduksi. Banyak hal-hal yang mereka butuhkan dan mereka lakukan, diluar kebutuhan-kebutuhan dasar.

Dalam prakteknya proses pemenuhan kebutuhan ini menggunakan suatu alat tukar yang disebut uang. Dan para manusia mengumpulkan uang tersebut dengan berbagai cara. Bagi mahluk-mahluk manusia itu, uang yang banyak sangat penting, karena dengan uang yang banyak mereka bisa memenuhi semua kebutuhan-kebutuhannya.

Namun sayangnya usaha-usaha mereka mengumpulkan uang terkadang merusak harmoni kehidupan antar sesama manusia maupun antara manusia dengan lingkungan sekitarnya. Hemmm.... jika kejadian ini terus berlanjut, kemungkinan planet ini akan rusak. Dan mahluk-mahluk organik berbahan dasar karbon itu akan musnah.

So... be it..... Planet Bumi mereka ini hanya titik kecil di angkasa. Kerusakan planet dan kemusnahan mahluk hidup didalamnya tidak berpengaruh. Alam semesta terlalu luas dan seakan tanpa batas.

Komputer, arahkan pesawat ke konstelasi 5379B, tujuan berikutnya Pandora....



***
@irpanisme



Pesona Indonesia
Karya: Adi Wiratmo
Judul “Hijau Negeriku” yang jadi judul blog ini saya jiplak dari judul sebuah foto karya Mas Adi Wiratmo diatas. Mas Adi jangan tuntut saya ya ^_^. Foto karya mas Adi ini diambil di Sidoarjo dan menjadi salah satu finalis dari sebuah lomba fotografi bertajuk “Potret Mahakarya Indonesia”.

Saya melihat foto ini di acara Blogger Gathering yang terlaksana hari ini di Gedung Assembly Hall, Plaza Bapindo, Senayan Jakarta. Di acara ini dipajang juga foto-foto finalis yang lain. Berbagai tema mereka angkat, ada yang mengangkat gedung, pemandangan alam, tenun dan kerajinan, tarian, dsb.

Begitu pertama kali melihat deretan foto-foto tersebut, pandangan saya langsung terpaku ke sebuah frame berisi foto bernuansa hijau kekuningan. Otak saya langsung "tek", anjrit "sedap" banget ini foto. Silahkan lihat sendiri foto diatas, dan rasakan sensasi luar biasa yang dipancarkan oleh foto tersebut.

Undakan petak-petak pesawahan berisi padi yang mulai menguning dihiasi barisan pohon kelapa. Alam yang indah itu "dihuni" oleh seorang petani yang membawa pikulan. Foto tersebut tanpa perlu berkata sudah bicara, Inilah Indonesia.

Nuansa hijau pesawahan adalah hal yang umum ditemui di hampir seluruh wilayah Indonesia. Mari kita lihat foto berikut ini:
Gunung Cikuray
Gunung Cikuray
Foto diatas diambil dari sebuah wilayah di Garut, Jawa Barat. Adapun Gunung yang melatar belakanginya adalah gunung Cikuray.  Foto ini diambil dengan menggunakan kamera HP 2 MP. Namun meski diambil dengan “lensa kamera seadanya” foto itu berbicara banyak. Dia bercerita bahwa Indonesia itu zamrud khatulistiwa. Tanahnya yang subur menjadikan setiap pepohonan bisa tumbuh dengan bahagia. Berdaun hijau, berbatang kokoh dan berbuah lebat. Begitu juga dengan pesawahannya. Tanah Indonesia yang senantiasa disiram hujan, menjadikan air mengalir dengan derasnya. Mengairi petak-petak sawah dan menumbuhkan padi-padi petani, yang nantinya diolah menjadi beras yang member tenaga kepada seluruh rakyat Indonesia.

Selain "memberi makan" dalam arti harfiah, keindahan alam Indonesia juga "memberi makan" kepada jiwa-jiwa kita. Keindahanya membentang dimana-mana, bahkan dihalaman rumah pun, hamparan sawah menjadi "green carpet" yang menyambut setiap jiwa-jiwa untuk menikmati keramahannya.
Pedesaan di Bogor
Pedesaan di Bogor
Foto diatas diambil dari halaman sebuah rumah di Bogor, Jawa Barat. Rumah-rumah di perkampungan sebenarnya tidak kalah mewah dengan istana-istana yang ada di kota. Malah bisa dibilang rumah diperkampungan itu “hiasan-hiasannya” langsung dari sang Maha Indah. Sehingga pemandangan yang bisa dinikmati itu pemandangan alami bukan buatan. Begitu juga dengan semua “fasilitas” alaminya. Semua sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai sarana bermain dan belajar.
Sungai di Bogor
Sungai di Bogor
Foto diatas diambil dari sebuah Sungai bernama sungai Cikuluwung di Bogor Jawa Barat. Airnya yang jernih sangat mengundang kita untuk menceburkan diri dan bercengkrama dengan derasnya aliran air. Kita aja orang dewasa suka dengan air jernihnya apa lagi anak-anak.

Saya kadang heran dengan orang-orang yang gandrung banget ingin tamasya ke Luar Negri. Dengan alas an ingin menikmati pemandangan Alam. Padahal di Indonesia kita ini semuanya ada. Mau Laut, Sungai, Gunung. Semua ada dan semuanya mempesona. Karena Indonesia adalah Maha Karya Indah dari Sang Maha Indah. Belum lagi adat dan kebudayaannya, yang mengandung nilai-nilai luhur.

Makanya, sebelum jauh-jauh ke Luar Negeri, tuntaskan dulu menjelajah wilayah-wilayah di Indonesia. Apa yang mau kamu lihat, terumbu karang? Hamparan hijau? Hewan-hewan eksotis? Kain, pahatan, tarian? Semua ada di Indonesia. Kecuali satu, Salju. Nah kalau mau lihat Salju, udah nyerah deh, di Indonesia susah nyari salju. ^_^



Copyright © 2018 - irpanisme.com. Diberdayakan oleh Blogger.
Copyright © 2020