Perkelahian di dunia nyata |
Sebelum berpanjang lebar, mari kita sepakat dulu bahwa tulisan saya ini bukan bermaksud negatif, justru bermaksud positif, sebagai bukti perhatian dan rasa cinta saya pada dunia béladiri.
Adapun cara menunjukkannya adalah dengan memperlihatkan sesuatu yang kurang. Sama halnya ketika kita sedang latihan, kita mencari apa yang kurang dari gerakan kita dan melatihnya supaya menjadi lebih baik lagi.
Ok, mari kita lanjut.
Ketika buka youtube, selain menonton kucing lucu atau hal-hal unik, saya juga suka nonton video-video koreografi béladiri. Asli, keren-keren. Darah saya memanas dibuatnya.
Selain itu saya juga suka menonton klip video pertandingan MMA, UFC, dsb. Dan kadang-kadang saya juga nonton video tentang perkelahian jalanan beneran.
Dari tiga jenis video tsb: perkelahian koreografi, "perkelahian" pertandingan, dan perkelahian jalanan, saya melihat perbedaan.
Pada perkelahian koreografi, tentunya semua diskenariokan, diatur dan dipoles. Pertama nyerang begini, dibales begitu, lalu begini terus begitu. Hasilnya, mantap!
Pada pertandingan MMA UFC, tidak ada koreografi, tidak ada skenario. Semuanya tentang mengalahkan lawan, namun tetap dalam bingkai aturan yang ketat demi Fair Play dan keselamatan.
Dan ketiga, pada perkelahian jalanan. Disini tidak ada aturan. Yang ada hanyalah insting hewani yang buas.
Setelah melihat perbedaan tersebut saya jadi merenung. Kita yang berlatih béladiri, apa pun aliran dan perguruannya, tentulah menjalani sistem latihan yang berat. Hal ini dilakukan supaya kita menjadi kuat secara fisik maupun mental. Selain itu kita juga biasa diajarkan jurus - jurus. Well, jurus-jurus ini bisa dikatakan sebuah koreografi.
Setelah melihat video pertandingan UFC yang notabene dilakukan oleh para "pendekar", sedikit sekali kita bisa melihat rangkaian sebuah jurus secara tuntas.
Yang terjadi didalam arena adalah serangan, tangkisan, dan gerakan-gerakan "dasar" lainnya yang dipertukarkan. Kalau pun ada, ya berupa strategi-strategi untuk mengalahkan lawan. Namun jurus yang tersusun dari 5 gerakan misalnya, jarang yang tersaji secara utuh.
Memang sih, meski gerakan "dasar", bisa terlihat gerakan dasar ini dari aliran apa. Tendangan Silat dan tendangan Tae Kwon Do berbeda. Gaya Capoeira dan Muaythai juga berbeda. Namun ya itu, pada pertandingan sebenarnya bukan pertarungan yang dikoreografi, yang keluar itu gerakan dasar.
Apalagi kalau pada perkelahian jalanan, jarang ada yang mikirin jurus. Mungkin yang ada hanyalah pergulatan, saling cekik saling gigit.
Btw, ini saya cerita video di youtube ya, bukan pertempuran antar kakak pertama atau Guru Besar. Sepertinya kalau ngebahas duel antar kakak pertama atau guru besar, pernyataan saya diatas salah semua.^_^
Saya memang belum pernah melihat pertempuran kelas tinggi. Jadi yang saya bahas ini, ya, seputar orang kebanyakan.
Baik, kita lanjut ya.
Nah, saya jadi mikir, selama ini kita latihan béladiri, kalaupun mengikuti berkali-kali kenaikan tingkat dengan segala ujiannya yang berat, semua masih dalam lingkup simulasi.
Jarang sekali yang harus menghadapi perkelahian jalanan. Pertandingan sejenis MMA pun jarang, hanya diikuti oleh atlit-atlit yang terpilih.
Jika suatu saat kita menghadapi situasi perkelahian jalanan yang buas tanpa aturan, sejauh mana kita siap?
Dari sekian panjang lebar saya sampaikan, sebenarnya saya ingin ngomong begini:
Kita terkadang bangga dengan capaian kita dalam lingkup internal perguruan. Sudah tingkat ini, sudah sabuk itu. Namun kebanggaan ini bisa saja hancur ketika kita berhadapan dengan buasnya dunia nyata di luar perguruan.
Lantas apakah kita perlu setiap hari berkelahi di jalanan supaya lebih siap?
Ya... Nggak gitu juga kali ya.
Minimal kita menumbuhkan kesadaran, "jangan seperti katak di dalam tempurung", dikombinasikan dengan "di atas langit masih ada langit"
Selanjutnya kita bisa kembali ke kearifan leluhur kita. Sebuah pepatah yang berbunyi: "Pakailah ilmu Padi, makin berisi makin merunduk".
Bahwa béladiri itu bukan tentang perkelahian, namun tentang mencari kekurangan diri dan memperbaikinya. Dengan demikian kita menjadi pribadi yang "semakin berisi".
Kenapa dikatakan semakin berisi? Karena kekurangan kita itu ibarat ruang kosong. Setelah dicari dan ditemukan, kekurangan yang ada ini kita perbaiki. Ini ibarat kita mengisi ruang kosong tersebut.
Nah, semakin berisi seseorang, seharusnya semakin merunduk, karena dia sadar, dirinya itu banyak kekurangan.
Adapun tentang perkelahian, kalau pun dalam perjalanan hidupnya harus ada benturan perkelahian yang tak bisa dihindari, ya kita bayangkan saja, Padi berisi Vs Padi hampa, jika dibenturkan, mana yang akan terpental?
***
NB:
Penulis adalah orang biasa. Maksud menuliskan ini hanyalah berbagi opini dan pemikiran saja.
Salam damai.
@irpanisme
Posting Komentar
Posting Komentar