Langit masih berwarna kelabu, meski kini pucat saja tidak sepekat tadi. Awan nampak kelelahan setelah sebagian besar kandungan airnya dicurahkan kebawah. Rintik gerimis seolah enggan menyudahi sesi hujan sore ini. Sementara beberapa jam yang lalu langit seakan murka, dengan geraman guntur yang bersahutan dengan bentakan halilintar. Kini angkasa sudah tenang kembali. Semburat Jingga pucat membayang di ufuk Barat, pertanda senja semakin dekat.
Dari balik jendela kamar, Carmen duduk termenung bertopang dagu. Pada meja kecil dihadapannya, sebuah kotak paket dari toko online telah terbuka. Disamping kotak tersebut terlipat rapi sebuah Cardigan Merah.
Matanya tertuju pada ujung kelopak Mawar yang bergoyang tertiup angin. Titik-titik gerimis membasahi Bunga Mawar itu, membuatnya tampak segar dan menambah kecantikannya.
Meski matanya lekat menatap bunga Mawar, namun pikiran Carmen tidaklah berada dikamar. Angannya mengembara pada masa ketika dia masih SMA...
***
Jalan hidup membawa Ryan kembali ke kota kelahirannya, Semarang. Dia ditugaskan oleh pimpinannya mengelola kantor cabang perusahaan di Semarang.
Hari-hari dia jalani seperti biasanya. Mengatur karyawan, mengatur operasional, menangani keluhan klien, beramah-tamah dengan orang-orang penting setempat, dll. Sampai pada suatu hari, dia meeting dengan salah satu vendor, supplier bunga.
Meeting dengan klien maupun vendor adalah pekerjaannya sehari-hari. Mendengar komplain klien, adu tawar harga dengan vendor, dan sebarek tetek bengek lainnya adalah tugasnya. Namun vendor bunga yang satu ini memberinya kejutan yang sangat. Bukan karena ada masalah orderan atau keuangan. Semua lancar-lancar saja. Masalahnya justru ada pada si perwakilan supplier bunga tersebut. Dia adalah Carmen, kekasihnya waktu SMA dulu.
Pertemuan yang tidak disangka-sangka ini membuat keduanya sama-sama terkejut. Baik Ryan maupun Carmen, sama-sama dilanda gelombang perasaan campur aduk yang tak terhingga.
Selama meeting mereka mencoba untuk professional. Meski untuk itu keduanya berusaha sekuat tenaga mengendalikan emosi yang bergejolak. Meeting pun usai, Carmen kembali ke kantornya dan Ryan menemukan kembali meja kerjanya. Keduanya menyudahi hari dengan hati yang kusut masai.
Karena tuntutan pekerjaan, keduanya menjadi sering bertemu. Suasana yang awalnya rikuh, kini lancar mengalir. Seolah riangnya masa SMA teralami lagi oleh mereka. Sementara itu jauh didalam hati mereka berdua ada ruang bercat pucat yang kini kembali merona.
Suatu hari Ryan mendapat tugas dari pusat untuk melakukan survey lokasi untuk mendirikan kantor cabang baru di Sulawesi. Proses survey ini bisa memakan waktu beberapa hari bahkan bisa sampai dua mingguan.
Ryan berangkat dengan rasa enggan. Bukan karena pekerjaannya susah, namun karena ada alasan lain. Besok adalah hari ulang tahun Carmen, sementara dia harus berangkat hari ini.
"Andai saja aku bisa berangkat besok sore atau lusa. Huh", gerutu Ryan dalam hati.
Sambil merapikan barang bawaanya, dia berpikir bagaimana caranya supaya dia bisa tetap merayakan ulang tahun Carmen.
Sampai ketika dia memegang jaketnya. Selintas kenangan manis memberinya ide.
Segera diambilnya hp. "Beli Cardigan Wanita", itulah yang diketiknya. Ryan pun kemudian mengklik salah satu link yang muncul dari hasil pencarian Cardigan Wanita ini.
Diantara sekian banyak model Cardigan pada halaman yang tampil itu, perhatiannya tertuju pada satu model, yang entah siapa yang membuatnya, bisa sedemikian mirip, plek plek sama, baik model maupun warnanya dengan sebuah Cardigan yang selalu menghiasi ruang kenangan.
Segera dia memilih Cardigan tersebut, kemudian menyelesaikan transaksinya dan mengisi alamat pengirimannya. Kantor Carmen. Dia atur pengirimannya supaya besok pagi sampai ke kantornya Carmen.
Setelah itu, baru Ryan bisa berangkat dengan lega.
***
Hari masih pagi, matahari masih malu-malu meninggalkan garis cakrawala untuk tampil ke tengah langit. Ryan berjalan menyusuri lorong "belalai gajah" yang berakhir di pintu pesawat yang akan membawanya ke Makassar.
Sambil berjalan dia mengirim pesat kepada istrinya di rumah. "Sayang, mas baru mau naik ke pesawat nih. Hati-hati di rumah ya. Mudah-mudahan pekerjaan di Makassar gak lama, dan mas bisa segera pulang kembali."
***
Gerimis terakhir jatuh beberapa menit yang lalu. Carmen masih berada di masa lalu, menjalani kembali kenangan indah masa SMA. Cardigan Merah yang terlipat rapi di atas meja seolah menjelma menjadi layar lebar yang menayangkan film romantis paling manis dalam sejarah manusia.
Tak lama pintu kamar terbuka, seorang gadis kecil masuk sambil membawa hp. "Mama, ini papa nih, nanya mau dibawain apa dari Hongkong?"
Carmen tersenyum, menerima hp tersebut kemudian mencium pipi anak perepuannya yang menggemaskan itu.
"Terima kasih anak mama yang cantik. Hmm minta dibeliin apa ya?".
"Halo papa, gimana di Hongkong..."
***
Sumber foto: blibli.com
Posting Komentar
Posting Komentar