Puncak Gunung Cikuray |
Mari kita lestarikan…
===
Sabtu, 27 Dec 2014
Setelah lumayan lama terlelap, saya terjaga. Masih di Cipularang mengarah ke Jakarta. Saya menengok ke sebelah kanan, di jok 3 kursi, bertumpuk 3 orang yang sedang tidur. Anak-anak ini…. Separah apapun kondisinya, mereka tetap bisa menikmatinya. Bahkan di kursi bis yang sempit pun, mereka bisa tidur bertumpuk seperti itu ^_^
Tidur di Bis |
Saya memejamkan mata. Memutar kembali pengalaman yang telah lalu…..
***
Rabu, 24 Dec 2014 21:00
Kami berempat (Saya, Reza, Yogi dan Wildan) berangkat dari rumah malam hari, jam 8-an kurang. Dari Kalisari naik angkot sekali, disambung busway, turun di halte BKN. Tujuan kami adalah pool Bis Primajasa yang terletak tepat di Halte BKN itu. Suasana di Pool Bis mengingatkan saya pada suasana saat-saat mau mudik lebaran. Di pool banyak sekali calon penumpang. Untungnya manajemen pool bis menerapkan system antrian. Setiap calon penumpang yang baru datang diharuskan mengambil nomor antrian
. Nanti begitu ada bis kosong, penumpang akan dipanggil berdasarkan nomor antriannya. Sehingga meski penumpang berjubel, tapi suasana tetap tenang dan tertib.
Terminal Guntur Garut |
Kamis, 25 Dec 2014
Sekitar jam setengah enam pagi kami tiba di Terminal Guntur, Garut. Begitu turun dari bis kami langsung menuju ke Masjid Al-Mubarok yang terletak di seberang pintu keluar terminal. Masjid ini menjadi base camp tidak resmi dari para pendaki yang akan naik ke Cikuray atau Papandayan. Di depan masjid sudah tersedia Angkot dan mobil Pickup yang akan mengantar mereka ke Pintu Pemancar untuk pendakian Cikuray, dan ke Cisurupan untuk yang akan ke Papandayan.
Mesjid dekat Terminal Guntur Garut |
Perjalanan menuju pintu Pemancar lumayan panjang dan dramatis. Jalannya mengingatkan saya ke jalan menuju Gunung Putri, G. Gede. Namun ini lebih parah. Beberapa kali Angkot harus didorong karena bannya terjebak lumpur. Btw, ongkos dari Terminal sampai ke Pemancar ditarif Rp. 45rb/orang. Awalnya saya kaget, apa?! 45rb?! mahal amat! Tapi setelah tahu jalan yang harus dilalui seperti apa, saya jadi bisa nerima juga ^_^
Jalan Menuju Pemancar |
Pos Pendaftaran Pintu Pemancar |
Pemancar BTS di pos Pemancar |
Menuju titik start pendakian |
Dataran Garut Timur |
Ketika sampai pos pemancar, saya berpikir tempatnya seramai Cibodas. Ternyata enggak. Disana hanya ada 3 atau 4 warung, sederet toilet dan musholla. Waktu di terminal tadi, kami belum sempat sarapan. Karena ingin buru-buru ke Pemancar, kami mengambil angkot yang segera berangkat saat itu, dan nggak sarapan dulu, dengan harapan di Pos Pemancar ada warung nasi. Ternyata enggak ada sodara. Jadilah kami harus puas sarapan dengan Indomie Telor. -_-‘
Pos 1 Cikuray via Pemancar |
Ok, perjalanan dimulai. Kami berangkat jam 10 pagi. Di titik start permulaan mendaki, kami berfoto dulu ^_^
Start Mendaki |
Jalur yang dilalui mula-mula berupa kebun teh. Kemudian bersambung kebun sayuran. Kemudian barulah jalur hutan.
Track hutan yang dilalui mengingatkan saya waktu naik Gunung Salak, bulan Agustus lalu. Jalannya sempit namun masih alami. Malah di Jalur Cikuray ini tidak ada patok penanda jarak. Dan karena ini musim hujan, jalan yang dilalui jadi licin. Kita harus ekstra hati-hati dalam melangkah, karena kalau sampai terpeleset dan jatuh apalagi sampai kaki keseleo, repot urusannya.
Jalur Pendakian Gunung Cikuray |
Jalur Pendakian Gunung Cikuray |
Dari pintu Pemancar sampai puncak harus melalui 7 pos. Dan ketika sampai pos 6, hujan turun. Saat itu saya sendirian, 3 Anak itu sudah di depan entah di mana. Waktu menunjukkan jam 3 sore. Wah malam masih jauh, ya udah lanjut aja, pikir saya. Setelah mengenakan jas hujan, saya pun melanjutkan perjalanan. Saya mendapati anak-anak itu satu jam kemudian. Saat itu mereka tengah mendirikan tenda dalam siraman gerimis kecil. Ketika saya tanya, mengapa gak nge-camp dipuncak aja?, mereka menjawab, kata orang-orang ini sudah di kawasan puncak. Ke puncak paling 10 menit lagi. Kita dirikan tenda disini, takutnya di puncak sudah penuh, katanya. Emang betul juga sih. Saya pun kemudian membantu mereka.
Sayup-sayup terdengar celoteh dan tawa orang di arah atas. Berarti benar, puncak sudah dekat.
Acara pertama setelah tenda berdiri adalah memasak air dan nasi. Untuk perlengkapan masak, kami membawa kompor gas “Laptop”, wajan, panci nesting, 4 botol air ukuran 1,5 liter, dan 1 botol air ukuran 5 liter.
Saya kebagian menggendong bahan makanan dan botol air ukuran 5 liter itu. Lumayan juga sih ^_^ sementara anak-anak itu ada yang bawa tenda, ada yang bawa perlatan masak, dan yang lain membawa air dan keperluan kelompok lainnya.
Suasana “dapur” bisa dilihat di foto di bawah.
Dapur Tenda |
Dinner |
Ketika makan, saya ingat para Chef Colliers Adventurers. Andai ada disini …
Selama di Cikuray dan Papandayan, itulah menu yang kami santap. Adapun diperjalanan naik dan turun, perut kami diganjal dengan madu, coklat dan biskuit.
Jum’at, 26 Dec 2014
Ketika saya terjaga, tampak langit mulai terang-terang tanah. Terdengar beberapa orang lewat dengan nafas terengah-engah. Wah mereka pada mau mengejar Sun Rise nih. Tapi kami tidak mencari itu. Nyantai aja. Setelah semua bangun, kami menyempatkan membuat minuman hangat dulu. Setelah itu baru berkemas dan bongkar tenda.
Ketika langit sudah terang, kami menuju ke puncak Cikuray dengan membawa serta semua perlengkapan. Benar saja, tak sampai 10 menit kami tiba di Puncak. Disana ada pelataran tak seberapa luas. Semuanya terisi tenda. Namun banyaknya tenda bisa dihitung dengan jari.
Kami bersyukur karena pagi itu Matahari berkenan menampakkan diri. Awan-awan pun mendekati kami, berkumpul dibawah. Di puncak terdapat satu bangunan bekas BTS. Untuk mendapatkan foto yang lepas tanpa halangan, kami naik ke atap bangunan tersebut.
Bangunan bekas Menara BTS di Puncak Cikuray |
Lautan Awan Puncak Cikuray |
Puncak Cikuray dengan latar Kawah Papandayan dan Kawah Darajat |
Setelah puas foto-foto kami mencari tempat agak luas dibawah. Acara berikutnya adalah memasak nasi untuk sarapan sebelum turun. Sambil menunggu nasi matang dan mumpung ada matahari, kami menjemur pakaian dan perlengkapan lainnya yang kemarin sempat basah kena hujan. Sekitar jam 9:30-an kami mulai perjalanan turun gunung melalui jalur Bayongbong.
Jalur pendakian di Cikuray itu ada 3:
- Jalur Cilawu (Pemancar),
- Jalur Bayongbong (Pintu Pamalayan dan Pintu Sengklek)
- Jalur Cigedug (Kp. Olan atau Areng)
Jika disketsa, posisi-posisi dari tempat-tempat di Cikuray – Papandayan itu demikian:
Jalur Pendakian Cikuray |
Sekeluarnya dari jalur hutan, kami break sebentar. Mengisi perut dengan madu dan coklat. Pemandangan yang menyambut adalah perkebunan penduduk. Ladang-ladang disini didominasi oleh tanaman kentang. Agak kebawah baru ada Jagung dan Kol. Awalnya ketika bertemu kebun penduduk, kami mengira perjalanan telah berakhir. Didepan bisa naik mobil atau ojek. Namun ternyata dugaan kami salah. Masih butuh perjalanan sekitar 1,5 jam lagi untuk sampai ke kampung Sengklek, melewati perkebunan yang luas.
Perkebunan Warga |
Petani naik motor |
Ketika naik ojek, hujan turun. Kami tidak sempat memakai jas hujan. Ya udah hajar terus sampai Cikajang. Di Cikajang kami berteduh sebentar sambil menunggu angkot. Setelah beberapa lama, barulah dapat angkot berwarna kuning yang membawa kami ke Cisurupan. Setibanya di Cisurupan, begitu turun dari angkot, kami didekati seorang tukang ojek. Mereka menawarkan jasanya. Dari obrolan dengan tukang ojek itu, saya baru tahu bahwa ada kesepakatan antara tukang ojek dengan mobil pickup yang sama-sama mengantar wisatawan ke kawah Papandayan. Jika ada rombongan dibawah 5 orang, maka itu adalah jatahnya Ojek. Sedang jika rombongannya diatas 5 orang, maka itu jatahnya mobil pickup. Meski calon penumpang bebas memilih mau naik ojek atau pickup. Namun yang boleh “approach” ya sesuai aturan tadi.
Setelah adu tawar, jadilah ongkos ojek dari Cisurupan ke Papandayan ditarif Rp. 25rb/orang. Kami berangkat setelah terlebih dahulu membeli perbekalan tambahan di Alfamart di dekat situ.
Setibanya di Papandayan kami disambut hujan lumayan deras. Dan suhu di Papandayan ini lebih dingin dibanding suhu di Puncak Cikuray. Saya sendiri sedikit heran. Mungkin karena disini anginya kenceng kali ya. Tapi meski dingin, masih acceptable lah.
Track Papandayan pastinya sudah pada tahu, jadi saya tidak pelu menggambarkannya lagi. Hanya mungkin sekarang, jalurnya lebih licin dan dibeberapa tempat terdapat lumpur lumayan tebal. Kita harus berjalan melipir, mencari pijakan yang lebih padat.
Setibanya di Camping Ground Pondok Saladah, kami mendirikan tenda di tempat yang cukup terlindung pepohonan. Supaya hembusan angin tidak langsung menerjang tenda kami.
Pondok Saladah Papandayan |
Sabtu, 27 Dec 2014
Pagi itu Papandayan disiram gerimis dan diselimuti kabut. Saat suasana agak terang, kami berempat menuju ke Hutan Mati. Hutan Mati memang selalu menggugah kita untuk berimajinasi. Dan kali ini, fantasinya adalah tentang Shinobi. ^_^
Shinobi Indonesia |
Tanjakan Mamang Tegal Alun Papandayan |
Suasana di Tegal Alun lumayan terang, meski kabut membayangi di ujung sana.
Tegal Alun Papandayan |
Mbah Dukun |
Bunga Edelweiss |
Bunga Edelweiss yang masih kuncup, belum mekar. Namun lumayan berwarna.
Telaga di Tegal Alun Papandayan |
Setelah puas foto-foto kami kembali ke Camping Ground, melalui jalur yang satu lagi. Jalurnya lumayan parah, karena jalannya berlumpur tebal. Selain itu turunannya curam, sehingga ketika turun kami harus berpegangan pada batang-batang pohon.
Setelah istirahat, kami berkemas dan bongkar tenda. Untuk kemudian pulang.
Ok, sekian dulu Catpernya (Catatan Perjalanan). Semoga bermanfaat. ^_^
Salam Lestari
Irpan Rispandi
@irpanisme
Posting Komentar
Posting Komentar