About


Hi, my name is Irpan. I live in Indonesia. This blog is to provide you with my trip stories, my ideas and some other things.

Facebook

BloggerHub

Connect with me

Jadwal Sholat

Ever After, Ketika Pacaran Dan Ketika Menikah

Posting Komentar
Film "Ever After". Sumber: yahoo.com

Btw, ini bukan resensi film "Ever After"nya Drew Barrymore ya ^_^
 
Ever after, dua kata yang membentuk frasa ini sepertinya patut direnungi oleh pasangan pemuda-pemudi yang sedang asyik main rumah-rumahan alias pacaran.

"Kok main rumah-rumahan? Pacaran ya pacaran, main rumah-rumahan ya main rumah-rumahan. Beda dong. Nggak ada hubungannya, lagi." Sebagian mungkin ada yang protes begitu.

Ya, ketika kecil kita kan suka main rumah-rumahan. Anak lelaki jadi bapaknya anak perempuan jadi ibunya. Namun saat itu permainannya masih murni fotokopi. Anak-anak main rumah-rumahan sekedar mencontoh apa yang dilihat mereka di keluarganya. Ayah pergi kerja, ibu memasak, menggendong adik, dsb. Dialognya pun masih sekitar, "papa sarapan dulu ya" ,sambil menyuguhkan kue yang terbuat dari lumpur. Terus, dedenya bobo dulu, sambil menggendong boneka :). Namun ketika anak-anak itu beranjak remaja dan dewasa, maka permainan "rumah-rumahan" ini bumbunya bertambah. Kali ini disertai perasaan dari dalam, berupa rasa sayang, rindu, cemburu, dsb. Yang cowok berperan sebagai papa, dia kuat, melindungi, bekerja keras, pokoknya pejantan tangguh deh. Sedang yang cewek berperan sebagai mama, lemah lembut, baik hati, penyayang, perhatian dsb.

Masa pacaran jadi masa simulasi, sebelum nanti beranjak ke jenjang suami istri. Namun, yang namanya simulasi, meski diprogram untuk serealistis mungkin, tetap saja simulasi. Ada saja hal-hal yang terlewatkan.

***

Kisah-kisah indah di negri nun jauh disana pada jaman dahulu kala, tak jauh dari kehidupan para putri yang cantik jelita dan pangeran tampan gagah perkasa. Sang pangeran dengan kekuatanya berhasil mengalahkan Naga raksasa, untuk kemudian menjemput sang putri di puncak menara. Kemudian mereka kembali ke istana dengan menunggang kuda putih sang Pangeran. Di istana yang megah mereka menikah... and they lived happily ever after. (The End).

Kisah indah berakhir indah, sang Putri cantik dan Pangeran gagah hidup bahagia selamanya.

Keindahan dan kebahagiaan yang hanya sampai pada (The End) ini, begitu terpatri dalam dada kita. Sehingga begitu kita jatuh cinta kemudian pacaran, maka dalam benak kita, kita adalah putri dan pangeran yang akan lived happily ever after.

Namun inilah kelemahan simulasi.

Pada masa pacaran tidak pernah terpikir masalah tagihan berbagai rekening. Belum lagi anak sakit, tetangga usil, masalah di keluarga besar, stressnya menempuh perjalanan menuju tempat kerja, renovasi rumah, dan seabrek masalah lainnya. Pada masa pacaran tak kan pernah terpikir akan menghadapi hal-hal yang sangat menguras energi dan konsentrasi, sehingga terkadang rasa mesra pudar untuk sementara.

Pada masa pacaran yang terpatri di benak kita hanyalah "lived happily ever after ...."

Coba kalau main rumah-rumahannya berlanjut ke rumah beneran alias berumah tangga, segala sesuatu tentunya akan berubah. Tanggung jawab bertambah, masalah bertambah, keruwetan sosial juga bertambah. Yang kesemuanya itu haruslah dihadapi dengan tabah. Namun sayangnya banyak pasangan yang masih mempertahankan darah muda mereka, sehingga tidak mau saling mengalah.

Makanya tidak usah kaget, kalau ada saja pasangan yang, ketika pacaran mereka tahan lama, sampai bertahun-tahun. Namun begitu menginjak pada jenjang pernikahan, hubungan mereka hanya bertahan beberapa bulan atau tahun saja. Contoh terdekat adalah teman saya yang lebih dari 5 tahun pacaran, namun begitu menikah, usia pernikahannya hanya 7 bulan saja. Dan harus berakhir dengan perceraian. (The End).
Pertengkaran. Picture by mstlion

Dimanakah "hapily ever after"?

Kalau begitu apa gunanya orang pacaran lama? kalau saya sih curiganya, si pelaku pacaran ini menyukai kemesraan yang tanpa tanggung jawab. Mereka menikmati saat-saat indah menjadi pangeran dan putri yang lived happily ever after (dalam angan mereka).

Mereka menikmati jalan bareng, makan berdua, bercumbu di bangku bikin sang rembulan malu. Dan mereka mendapatkan semua kemesraan ini tanpa harus diganggu kekhawatiran akan anak yang sedang sakit panas. Mereka tidak perlu susah memikirkan rumah untuk tinggal.

Semua energi dan konsentrasi tercurah untuk membahagiakan sang buah hati. Tanggal 31 Januari sudah mulai ribut kasak-kusuk buat persiapan tanggal 14 Februari. Dua bulan sebelum tanggal ulang tahun pacar, sudah mulai survei toko buat nyari hadiah ultah. Pacar sakit, sehari tiga kali telpon buat ngingetin sudah makan obat apa belum. Dan berbagai hal-hal mesra lainnya.

Coba kalau sudah nikah, apa lagi punya anak, apalagi punya cucu. he..he..he..

Lantas kalau ujungnya pusing-pusing juga, ngapain kita pacaran ya? Biar kita mengenal pasangan kita? kelebihan dan kekurangannya? sifat baik dan buruknya? kalau memang untuk itu, memangnya perlu waktu lama? apakah butuh waktu 5 tahun + 7 bulan untuk mengetahui bahwa pasangan kita itu ternyata brengsek, sehingga kita sadar telah salah pilih dan kemudian mengajukan gugatan cerai? selama itukah?

Kalau memang kita melakukan simulasi rumah-rumahan ini untuk tujuan jangka panjang yakni mencari pasangan hidup alias menikah, maka proses pacaran sepertinya tidak harus panjang dan lama. Kenapa? bukankan tujuan pacaran itu untuk mengetahui sifat-sifat si dia? Untuk mengetahui sifat-sifat si dia, bisa saja kan kita membuat suatu wawancara, baik secara langsung atau dikemas sedemikian rupa sehingga terasa indah. Disana kita blak-blakan, fair-fair-an, gue sifatnya begini, kebiasaan buruk gue begini, kebiasaan baik gue begitu. Elo gimana, dsb, dll.

Nah si "elo" juga dengan niat baik untuk "tujuan jangka panjang", tidaklah menyembunyikan kekurangan-kekurangannya. Dia menuturkan dirinya apa adanya, sejujur-jujurnya.

Hasil dari wawancara timbal balik ini, didapatlah gambaran tentang si dia. Kebiasaannya, sifat baik dan buruknya dsb. Setelah ini, kalau kita kurang mantap kita bisa mewawancara temen-temen dekatnya dia, termasuk juga keluarganya dia. Ingat, ini masalah keputusan yang bisa berlaku seumur hidup, jangan sampai salah ambil keputusan. Pikirkan matang-matang.

Setelah jelas bahwa kita bisa cocok sama dia, masuk ke tahap berikutnya. Propose. Setelah propose, merit deh. Singkat kan, gak perlu tahun-tahunan.

Itu kalau kita emang berniat mencari pasangan hidup. Lain halnya kalau kita pacaran cuman buat enak-enakan doang. Orang pacaran buat mencicipi hubungan seperti suami dan istri (ada juga yang sekalian mencicipi hubungan suami-istrinya :)), tapi tanpa perlu susah memikirkan berbagai tanggungjawab. Bisa saling memberi perhatian, terus, pegang sana pegang sini, belai sana belai sini, cium cium cium, semakin terhanyut, lalu... lalala lilili deh :), tapi mereka nggak perlu pusing mikirin beras, gas, dan tetek bengek kebutuhan dapur.

Kalau pacaran jenis ini yang kita inginkan ya selamat. Selamat tenggelam dalam pusaran kehidupan yang kalau menurut Tie Pat Kay, "Sejak dulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir...." :)

Karena pacaran tanpa ikatan pernikahan adalah lingkaran penderitaan meski sekilas penuh keindahan. Orang pacaran tidak punya waktu untuk dirinya sendiri, semua untuk kekasih. Orang pacaran tidak sempat mikirin dirinya maupun keluarganya, pikirannya selalu tertuju pada kekasih. Orang pacaran tidak pernah menjadi dirinya sendiri apa adanya, karena harus selalu tampil OK dihadapan kekasih. Belum lagi kalau si pacar deket atau dideketin orang lain, rasa cemburu menyesaki dada, sakiiit. Dan kalau sampai putus apalagi diputusin, dunia serasa kiamat. Timbullah dendam kesumat, yang dibawa sampai akhir hayat. Bangsaaatttt ....! :)

Terus yang namanya pacaran kan belum ada ikatan apapun, kecuali suka-sama suka. Jika dua sejoli ini kebablasan berhubungan suami-istri, kemudian jadi bayi, nah lo pusing nggak tuh. Sekolah/kuliah belum kelar, kerjaan belum punya,  mau diberi makan apa tuh bayi. Akhirnya ambil jalan pintas, bayi yang tidak tahu apa-apa, tidak bersalah apa-apa, dicekik sampai mati, kemudian dibuang diselokan.

Monyet aja nggak segitunya sama anak, ini....kalau yang kayak gini termasuk spesies apa ya?

"Hari gini kagak pacaran?", begitulah sebagian besar pendapat muda-mudi jaman sekarang, punya pacar menjadi suatu keharusan.

Emang lo pacaran buat apa?

Related Posts

Posting Komentar