![]() |
Vaksin Cacar |
Sistem Kekebalan Tubuh — Pertahanan Tubuh Terhadap Infeksi
Untuk memahami bagaimana vaksin bekerja, ada baiknya kital lihat dulu bagaimana caranya tubuh melawan penyakit. Ketika kuman, seperti bakteri atau virus, menyerang tubuh, mereka menyerang dan berkembang biak. Invasi ini, yang disebut infeksi, merupakan penyebab penyakit yang diderita manusia.
![]() |
Sistem Kekebalan Tubuh |
- Makrofag adalah sel darah putih yang menelan dan mencerna kuman, Makrofag juga memakan sel mati atau yang sedang sekarat. Makrofag meninggalkan bagian-bagian tubuh dari kuman penyerang, bagian yang ditinggalkan ini menjadi apa yang disebut dengan antigen. Tubuh mengidentifikasi antigen sebagai ancaman berbahaya dan kemudian memerintahkan antibodi untuk menyerang mereka.
- Limfosit B adalah sel darah putih defensif. Mereka menghasilkan antibodi yang menyerang antigen yang ditinggalkan oleh makrofag.
- Limfosit T adalah jenis lain dari sel darah putih untuk tujuan pertahanan. Limfosit T menyerang sel-sel tubuh yang sudah terinfeksi.
Tubuh akan menyimpan beberapa sel limfosit-T, yang kemudian disebut sel-sel memori. Sel-sel ini akan beraksi dengan cepat jika tubuh bertemu dengan kuman yang sama lagi. Ketika terdeteksi ada antigen yang dikenal memasuki tubuh, limfosit B akan menghasilkan antibodi untuk menyerang mereka.
Bagaiman Vaksin Bekerja?
Vaksin membantu mengembangkan kekebalan dengan meniru infeksi. Jenis infeksi "disengaja" ini, hampir tidak pernah menyebabkan penyakit, tetapi memang menimbulkan suatu "situasi ancaman" yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh memproduksi limfosit-T dan antibodi. Kadang-kadang, setelah mendapatkan vaksin, infeksi "buatan" ini dapat menyebabkan gejala kecil, seperti demam. Demam setelah tubuh dimasuki vaksi adalah kondisi yang normal, karena dengan demikian tubuh membangun kekebalannya.
Setelah gejala infeksi "buatan" hilang, tubuh akan mempunyai persediaan sel limfosit T alias sel "memori", dan juga sel B, yang akan mengingat bagaimana melawan penyakit itu di masa depan. Namun, biasanya diperlukan beberapa minggu bagi tubuh untuk memproduksi limfosit T dan limfosit B setelah vaksinasi. Dan dalam rentang waktu tersebut, ada kemungkinan orang terkena infeksi penyakit, sementara tubuhnya belum sempat memproduksi limfosit T dan limfosit B. Dan akibatnya dia pun terinfeksi penyakit.
Type Vaksin
Para ilmuwan telah melakukan berbagai pendekatan untuk mengembangkan vaksin. Pendekatan-pendekatan ini didasarkan pada informasi tentang infeksi (yang disebabkan oleh virus atau bakteri) yang akan dicegah oleh vaksin. Informasi tersebut seperti, bagaimana kuman menginfeksi sel dan bagaimana sistem kekebalan menanggapinya. Pertimbangan lainnya yang mempengaruhi pembuatan vaksin adalah lokasi dimana vaksin akan digunakan. Karena kondisi lokasi di planet Bumi ini berbeda-beda karakteristiknya. Hal lainnya yang juga berpengaruh adalah metoda pengiriman vaksin, yang harus disesuaikan dengan tempat tujuan vaksin tsb.
Untuk jenis-jenis vaksin, saat ini ada lima jenis utama vaksin yang biasa diberikan kepada bayi dan anak-anak di Amerika Serikat:
- Vaksin hidup yang dilemahkan, melawan virus dan bakteri. Vaksin ini mengandung versi virus atau bakteri hidup yang telah dilemahkan sehingga tidak menyebabkan penyakit serius pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat. Vaksin hidup yang dilemahkan, kondisinya sangat mendekati bentuk infeksi alami, karenanya vaksin hidup ini bisa menjadi "Pelatih" yang baik untuk sistem kekebalan tubuh. Contoh-contoh vaksin hidup yang dilemahkan termasuk vaksin campak, gondong, rubella (MMR), dan varicella (cacar air). Meskipun sangat efektif, tidak semua orang dapat menerima jenis vaksin hidup seperti ini. Anak-anak dengan sistem kekebalan yang lemah, atau mereka yang sedang menjalani kemoterapi, tidak boleh diberikan vaksin jenis ini.
- Vaksin yang tidak aktif juga memerangi virus dan bakteri. Vaksin ini dibuat dengan cara menonaktifkan, atau membunuh kuman penyakitnya. Vaksin polio adalah contoh dari jenis vaksin ini. Vaksin yang tidak aktif menghasilkan respons imun dengan cara yang berbeda dari vaksin hidup yang dilemahkan. Adakalanya, seseorang diberikan vaksin lebih dari sekali untuk membangun dan/atau mempertahankan kekebalannya.
- Vaksin toksoid mencegah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang menghasilkan racun (toxin) dalam tubuh. Dalam proses pembuatan vaksin ini, toksin yang dihasilkan bakteri penyakit, itu dilemahkan sehingga tidak menyebabkan penyakit. Racun yang dilemahkan ini disebut Toksoid. Ketika sistem kekebalan tubuh menerima vaksin yang mengandung toksoid, ia belajar cara melawan racun jenis ini. Contoh vaksin jenis ini adalah Vaksin DTaP, yang mengandung toksoid difteri dan tetanus.
- Vaksin subunit, didalamnya mengandung hanya bagian tertentu saja dari virus atau bakteri, bukan seluruh bagian kuman secara utuh. Karena hanya mengandung bagian tertentu maka dinamakan subunit. Karena vaksin ini hanya mengandung antigen esensial dan tidak semua bagian yang membentuk kuman, bisa dikatakan vaksin jenis ini tanpa efek samping. Komponen pertusis (batuk rejan) dari vaksin DTaP adalah contoh dari vaksin subunit.
- Vaksin konjugasi melawan berbagai jenis bakteri. Bakteri ini memiliki antigen dengan lapisan luar zat seperti gula yang disebut polisakarida. Jenis pelapis ini menyamarkan antigen, dan menjadikannya sulit dideteksi oleh sistem kekebalan tubuh anak yang belum dewasa, untuk mengenalinya dan meresponsnya. Vaksin konjugat efektif untuk bakteri jenis ini karena mereka menghubungkan (atau konjugasi) polisakarida ke antigen, yang direspon dengan sangat baik oleh sistem kekebalan tubuh. Keterkaitan ini membantu sistem kekebalan tubuh anak yang belum matang, untuk bereaksi terhadap lapisan polisakarida tadi, dan mengembangkan kekebalan terhadapnya. Contoh dari jenis vaksin ini adalah vaksin Haemophilus influenzae tipe B (Hib).
Pemberian vaksin untuk pertama kalinya, sebaiknya lebih dari satu dosis. Hal ini berlaku buat semuanya, baik bayi, anak-anak, remaja, bahkan dewasa. Ada 4 alasan mengapa harus demikian:
- Ada jenis vaksin (terutama vaksin yang tidak aktif), yang pemberian 1 dosis saja tidak memberikan kekebalan cukup banyak. Karenanya, diperlukan lebih dari satu dosis untuk membangun kekebalan cukup. Contoh dari vaksinya adalah vaksin yang melindungi dari infeksi bakteri Hib, yang menyebabkan meningitis.
- Ada juga jenis vaksin, yang kekebalannya berkurang seiring waktu. Kalau sudah demikian, dibutuhkan dosis "tambahan" untuk meningkatkan lagi kekebalannya. Dosis tambahan ini biasanya diberikan beberapa tahun setelah pemberian vaksin sebelumnya. Misalnya, vaksin DTaP, yang melindungi terhadap difteri, tetanus dan pertusis. Pemberian vaksin ini adalah ketika bayi, dan diberikan sebanyak 4 suntikan. Namun vaksinasi jeni ini harus diberikan kembali ketika sang anak sudah berusia 4 tahun hingga 6 tahun. Kemudian diberikan lagi pada usia 11 tahun atau 12 tahun. Vaksinasi "Penguatan" ini, yang diberikan pada anak-anak, remaja maupun orang dewasa, disebut Tdap.
- Ada juga jenis vaksin (terutama vaksin hidup), yang menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa diperlukan lebih dari satu dosis vaksin untuk mengembangkan respons imun terbaik. Misalnya, setelah mendapatkan satu dosis vaksin MMR, tubuh seseorang mungkin tidak mengembangkan antibodi yang cukup untuk melawan infeksi. Karenanya dibutuhkan dosis kedua untuk memastikan bahwa tubuhnya menghasilkan cukup antibodi untuk melindungi dirinya dari infeksi.
- Untuk vaksin flu, orang dewasa dan anak-anak (usia 6 bulan atau lebih) perlu mendapatkan vaksinasi flu setiap tahun. Anak-anak berusia 6 bulan hingga 8 tahun yang belum pernah mendapatkan vaksin flu sama sekaliatau hanya mendapat satu dosis dalam beberapa tahun terakhir, mereka membutuhkan dua dosis vaksin pada saat mereka divaksinasi untuk pertama kalinya. Vaksin flu harus diberikan rutin tiap tahun karena virus flu diketahui berubah-ubah dari tahun ke tahun. Selain itu kekebalan yang didapat seorang anak dari vaksinasi flu juga berkurang seiring waktu.
Baca juga: Cara Kerja Virus
***
Credit Photo, dari atas ke bawah:
- James Gathany, CDC
- Jeanne Kelly, cancer.gov